Rabu, 14 Mei 2014

SETAN ITU SEKARAT

Kenapa kau mati saat bulu-bulu domba dipangkas?
andai saja kau pergi ketika buah-buah apel ranggas,
atau saat gerombolan belalang berubah jadi masalah,
dan lahan gandum semata hamparan jerami basah,
dan napas angin berembus sangat berat
sebab semua hal indah tiba-tiba sekarat.


Kutipan puisi Christina Rossetti, atau yang saya ingin sebut sebagai ratapan berjudul A Dirge di atas terlalu pas hingga saya tak ragu menyebutnya demikian untuk menggambarkan kondisi Manchester United saat ini. Sejak berganti nama menjadi Manchester United pada 1902, klub ini sudah mengoleksi total 64 gelar juara. Hebat? bahkan lebih dari hebat. Siapa yang tak gentar bertamu ke Old Trafford? Apalagi ketika Manchester United masih diasuh Sir Alex Ferguson. Dalam perjalanannya, Manchester United selalu melahirkan pemain-pemain besar yang kemudian menjadi legenda sesuai jamannya masing-masing. Mulai dari George Best, Cantona, Paul Scholes, David Beckham dan class of '92 yang termahsyur, hingga Cristiano Ronaldo. Jose Mourinho bahkan pernah sesumbar bahwa tim ini tak akan pernah ada matinya.
Tapi ada pepatah bijak yang mengatakan bahwa segala sesuatu, ada masanya. Seiring berjalannya waktu, keperkasaan United pun memudar. Kenapa bisa? Mari kita memutar kembali ingatan sedikit jauh ke belakang.
Awal mula segala yang mengkilap mulai pudar disini akan dengan berani saya katakan adalah ketika bergabungnya Cristiano Ronaldo dengan Real Madrid resmi diumumkan. Manchester United memang bukan hanya tentang CR7 seorang. Mereka juga bukan baru kali itu ditinggalkan bintangnya. Mereka pernah kehilangan Cantona, Keane, Ruud van Nistelrooy, bahkan David Beckham. Tapi kenapa kali itu berbeda? Kenapa mereka tak bangkit seperti biasa? Saat itu, kepergian CR7 tak dibarengi dengan kelahiran era baru, talenta baru, seperti kepergian bintang-bintang sebelumnya. Malah kepergiannya seolah menjadi awal runtuhnya kebesaran United. Kesuksesan-kesuksesan yang masih bisa diamankan tak lama setelah hengkangnya CR7 bisa dibilang hanya deretan sisa kilauan cahaya kebesaran United yang tak lagi menyilaukan, tapi hanya bersinar lemah, dan tinggal menunggu-nunggu waktu yang tepat untuk benar-benar mati.
Jika benar mengikuti sepakbola, seharusnya kita sudah bisa melihat bagaimana United mulai kesulitan meladeni dominasi Barcelona di panggung eropa pada 2000-akhir. Penurunan yang kemudian berimbas ke dalam negeri setelah 'tetangga berisik' mulai merong-rong kekuasaan mereka. Trofi juara mulai beberapa kali bisa dicuri dari singasana sang raja. Bahkan meski berhasil merebutnya kembali, toh musim itu United dihantam juga oleh si tetangga di rumah sendiri. Dan akhirnya kepergian Sir Alex Ferguson yang memutuskan pensiun pada akhir musim 2012/2013 lalu seolah menjadi klimaks runtuhnya kebesaran Manchester United. Kepergian yang kemudian meninggalkan lobang sangat besar dalam tubuh mereka. Sungguh bukan perkara gampang menemukan pengganti Fergie yang sepadan dalam waktu singkat. Apalagi ditambah dengan kenyataan bahwa sang suksesor akan menerima warisan sebuah skuat yang brengsek. Ya, skuat yang brengsek. Tidak percaya? tanya saja David Moyes.
Bukti sahih yang masih hangat adalah lelucon bernama Manchester United yang menghibur jutaan penggila sepakbola sepanjang musim 2013/2014 ini. Alih-alih mempertahankan gelar, mereka finish di peringkat 7 liga Inggris. Semua itu seolah dilengkapi dengan permainan membosankan yang sama brengseknya dengan skuat mereka saat ini. Hasilnya, United mencatatkan banyak sekali rekor buruk yang bertahun-tahun tak pernah mereka buat. Mulai dari daftar kekalahan di kandang yang memanjang, bahkan sebuah tim sampai membuat rekaman video kemenangan mereka di Old Trafford, untuk kemudian dijual pada pendukung mereka, karena sudah hampir seratus tahun tak pernah menang disana. Puncaknya ini,  sang suksesor Fergie, The Choosen One, David Moyes harus kehilangan pekerjaan pada musim pertamanya di United. Satu-persatu pemain juga pergi. Mungkin bergegas menyelamatkan karir, atau memang enggan bermain untuk sebuah klub yang kini mulai berani dipandang sebelah mata oleh para kompetitor. Yang paling anyar adalah runtuhnya The Great Wall, Rio Ferdinand, dan sang kapten Nemanja Vidic. Dua bintang yang memutuskan hengkang.

Bagi pendukung setia Manchester United, tak ada yang lebih menyakitkan dari ini. Mereka justru terpuruk tepat saat mereka baru saja memenangkan liga, tepat saat musuh bebuyutannya mulai bangkit. Liverpool.  Ada yang menyalahkan Moyes, bahkan ada juga yang menyalahkan Fergie karena memilih Moyes sebagai penerusnya. Tapi saling menyalahkan tak ada gunanya. Karena semua kejadian ini memang seolah telah terrangkai dalam sebuah lingkaran setan tanpa ujung. Kebangkitan kah? Atau hanya seberapa sanggup lagi Manchester United bisa bertahan dari keruntuhan ini? Itu dua pertanyaan yang akan mereka jawab musim depan. Saat ini, mari menggumamkan pertanyaan Rossetti di atas; "Kenapa kau mati sekarang? Sebab semua hal indah tiba-tiba sekarat."